13.3.12

Dan Tiba-Tiba

Dan tiba-tiba saja aku sulit bernafas
Bukan karena aku berada diruang sempit yang penuh sesak dan pengap
Tapi rasanya bahkan lebih sesak dari itu
Dan malam ini dada ini terasa sesak
bukan karena apa tapi karena siapa
bukan karena oksigen tapi karena kamu

6.3.12

dan karena itu . . .

Ada seorang gadis, menangis tanpa henti sampai nafasnya tersengal - sengal
Keringatnya bercucuran bagai hujan di musim penghujan
Matanya bengkak memerah seperti tomat yang telah masak berhari - hari
dan penasaran, akupun bertanya mengapa dia menangis sampai seperti itu
apakah perihal yang membuatnya begitu sedih sehingga tak dapat membendung air matanya
dengan polos, ia menyebut tiga kata secara perlahan " cinta, lelaki, dan putus "
Dan bukan merasa kasihan, aku malah tertawa
apakah begitu penting ketiga kata itu sehingga harus membuatnya seperti ini?
membuatnya seolah " ting tong " ini waktunya kau mati
dan hidup, tak akan berhenti ketika kau patah hati, roda tetap berputar
ketika kau hanya diam tanpa bereaksi dengan hal ini, kau akan jauh ketinggalan, dan semakin terluka
gadis itu melihatku dengan tatapan menghina,
" Apa kau tak pernah patah hati? Ah pasti kau tak pernah mencintai sehingga kau tak pernah patah hati " ujarnya mengejek padaku, dan tawaku semakin tak terbendung.
" Apa yang kau tertawakan, ini bukan lelucon!! " teriaknya marah
" Apa kau sebodoh itu? menangis hanya untuk hal seperti ini? air matamu terlalu berharga ketika kau teteskan untuk hal seperti ini " kataku memulai ceramah setelah tawaku reda
" Cinta, adalah ketika kau menemukan seseorang yang membuatmu tertawa bersamanya dan bukan menangis karenanya "
" Cinta, bukanlah sebuah hubungan yang dilandasi oleh seberapa air mata yang sering kau cucurkan untukknya, tapi seberapa sering ia memberikan bahunya untuk menjadi sandaranmu ketika air mata itu tertumpah, dan pasti bukan karenanya "
" dan aku bukan dewa atau malaikat yang tak pernah patah hati atau menangis bodoh karena cinta "
" aku seringkali jatuh cinta dan seringkali patah hati "
" tapi tidak sepertimu, yang ketika cinta berakhir maka berakhirlah semua "
" aku menangis hari ini, semua air mataku tertumpah dan esoknya aku berjalan tegak seperti tak pernah terjadi apa-apa "
" logikaku berbicara, jika air mataku tertumpah, dan bahkan seringkali tertumpah karenanya, berarti itu bukan cinta "
dan karena itulah aku bangkit . . .
dan air mata bukanlah pondasi yang tepat untuk cinta

5.3.12

Sajak Berkebalikan

Ini bukan lelucon, tapi mengapa kau tertawa?
Ini bukan nyanyian, tapi mengapa kau menyanyi?
Ini bukan tarian, tapi mengapa kau menari?
Ah, kau memang benar . . .
Bukan hakku untuk melarang apa yang ingin kau lakukan
Meskipun kau slalu ingin berbuat kebalikan dari apa yang seharusnya kau lakukan
Tidak . . .
Itu urusanmu dan bukan urusanku
Itu kepentinganmu dan bukan kepentinganku
Dan meskipun sajak ini ku buat sendiri
Tapi ini adalah sajak mu, dan bukan milikku
Ah, kau benar . . . .
Ini hanyalah sajak berkebalikan
Bukan sajak sesungguhnya
Seperti dirimu, yang juga selalu bercermin
di sebuah cermin berkebalikan

12.2.12

dan Aku hanyalah pelangi

dan mungkin aku adalah pelangimu
yang memberikan warna tersendiri dilangit mendungmu
tapi taukah kau?
pelangi hanyalah bias cahaya
pelangi hanyalah sekumpulan warna yang apabila disatukan hanya akan menghasilkan sebuah warna kelam
teruslah berlari, teruslah mencari
karena diujung sana akan kau dapati sebuah cahaya terang
cahaya yang akan memancarkan warnanya sendiri
cahaya yang akan menerangi gelap harimu
cahaya yang tak akan pernah habis sinarnya
yang tanpa lelah memancarkan sinarnya
diujung jalan itu, ada mataharimu
dan jangan berhenti disini, hanya ketika menemukanku
karena aku hanyalah pelangi dan bukan mataharimu

Sajak untuk Ibu

Doa Untuk Ibu
Tuhan . . .
Aku begitu takut dengan dunia ini
Orang bilang ini akan sulit untuk orang yang tak bisa bertahan
Tapi ternyata ia datang
Seperti pagi, siang dan malam sebelumnya
Mengayunku lembut diatas gendongannya, membuatku terlelap tanpa rasa takut
Tuhan . . .
Ijinkan malam ini aku berdoa, meminta pada-Mu
Aku hamba-Mu tak pernah pandai berdoa, tapi kali ini aku tulus
Jangan pernah lelah lindungi malaikatku Tuhan
Seperti dia tak pernah lelah melindungiku
Tuhan . . .
Memang benar kata orang
Hidup ini tak mudah, tapi aku tak akan pernah menyerah
Apalagi untuk membuat malaikatku tersenyum bangga atas diriku
Ijinkan hamba membahagiakannya, walaupun tak pernah bisa gantikan tiap tetes air mata dan keringat yang ia cucurkan
Tuhan . . .
Engkau tau segalanya, hamba bukan hamba-Mu yang baik
Tapi Engkau tau, doa ini hamba panjatkan dengan tulus
Tuhan . . .
Terimakasih . . .
Telah mengirimkan malaikat sepertinya
Yang selalu menenangkanku, dengan nyanyian merdunya
Aku bersyukur, karena ia yang Engkau pilih untuk menjagaku
Malaikatmu begitu sempurna
Ibu kau begitu sempurna

Aku, Anakmu
Ibu, Anakmu lelah . . .
Lelah hadapi dunia yang penuh dengan kebohongan
Ia rindu pelukmu
Peluk hangatmu yang selalu lindunginya
Lindunginya dari gelapnya dunia
Ibu, Anakmu ingin menyerah . . .
Menyerah pada hidup yang begitu sulit
Ia rindu nyanyianmu
Nyanyianmu yang selalu dendangkan petuah
Petuah tentang hidup dan bagaimana menjalaninya
Ibu, aku memang bukan bayi kecilmu yang dulu
Waktu, dia memaksaku menjadi dewasa
Dan aku belum siap, aku masih takut
 Tapi Ibu, engkau benar
Aku tak boleh lelah atau menyerah
Karna aku adalah anakmu
Anak dari seorang ibu yang kuat
Anak dari seorang ibu yang hebat
Dan aku percaya, aku sanggup melaluinya
Karna aku adalah anakmu

Lebih dari Cerita Cinta

Saat jam makan siang, tiga perempuan bergerombol mengitari sebuah meja di sudut kantin. Nampaknya sedang diadakan sebuah “ rapat penting “.
“ Meta cepetan sini! “ Siska, perempuan yang dari tadi nampak memimpin rapat, menarik seorang perempuan yang baru saja datang dan ingin duduk di meja terpisah dari mereka.
“ Aku mau makan “ ujarnya enggan, tau apa yang sedang dilakukan teman-temanya.
“ Makan di sini saja, kamu perlu dengar informasi yang kami dapat “ tambah Uli, anggota gerombolan yang baru saja menikah. Meta mengikutinya dengan pasrah. Dugaan Meta tepat, mereka sedang bergosip. Membahas seorang arsitek baru, yang bekerja di perusahaan konstruksi yang berada tepat satu lantai dibawah PR Agency tempat Meta bekerja. Arsitek ini baru saja datang dari Amerika. Dari informasi yang beredar, arsitek itu sangat tampan tapi berdasarkan informasi yang berhasil mereka kumpulkan, sayangnya dia bukan pria baik – baik, tepatnya buaya darat. “ Dasar perempuan “ desah Meta dalam hati kesal.
“ Jangan terlalu percaya gosip, apalagi menyangkut nama baik seseorang, fitnah namanya “ Meta merasa tak enak dengan orang yang sedang mereka bicarakan, meskipun sebenarnya ia tak mengenalnya.
“ Kamu itu, ini bener! Kamu mesti hati – hati “ ujar Siska menggebu-gebu.
“ Kalau Meta tak mungkin tertarik, secara sudah ada Bima, yang perfect “ ujar salah satu teman Meta menimpali, Siska mencubit lengan temannya memberi isyarat untuk diam, dan Meta hanya tersenyum.
“ Eh itu – itu orangnya “ bisik Siska pelan, lebih mendekat ke teman- temannya. Seorang pria dengan setelan kemeja rapi memasuki kantin. Penasaran, Meta mengikuti arah pandangan teman – temannya, memang tampan, pantas seluruh gedung menjadi heboh. Bahkan semua perempuan di kantin mengalihkan pandangan mereka saat pria ini masuk. Saat mata mereka beradu, pria itu tersenyum mengangguk dan Meta nampak salah tingkah.
“ Tuh kan, tuh kan dia sudah mulai tebar pesona “
***
Meta melihat jam tangannya, pukul lima sore. Ia menghela nafas lelah, seharusnya ia sudah berada di rumah. Tapi malam ini ia harus lembur, untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda karena selama seminggu ia harus dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan mobil yang menimpanya. Berkali – kali ia mencoba menghubungi Bima, tunangannya. Tapi selalu saja mailbox. Membuatnya bertambah kesal. Akhirnya ia menyerah dan memutuskan untuk segera menyelesaikan pekerjaannya.
“ Meta kamu belum pulang? “ Uli, nampaknya ia juga sedang lembur. Meta hanya menggeleng.
“ Aku pulang dulu ya? Jangan pulang malam – malam, kamu kan baru sembuh “
“ Ia mbak, hati – hati dijalan “ teriak Meta dari mejanya, ia melihat jam tangannya, sudah pukul tujuh malam. Meta meregangkan tubuhnya yang mulai terasa kaku. Waktu berjalan begitu cepat, namun masih banyak yang harus diselesaikannya malam ini. Setelah merasa sedikit segar, ia kembali berkutat dengan laptop dan berkas – berkas yang ada di hadapannya.
***
Sudah satu jam Meta menunggu taxi di halte depan kantornya, namun tak ada satu pun angkutan umum yang lewat, dan lagi – lagi Bima sulit dihubungi. Ia melihat jam tangannya, pukul dua belas malam. Tubuhnya lelah, matanya mengantuk. Ia menyesal pulang selarut ini, seharusnya ia mengerjakan tugasnya dirumah saja. Sebuah mobil berhenti tepat didepan Meta, membuatnya mendekap tas yang dibawanya lebih erat, takut.
“ Kamu yang bekerja di lantai 5 kan? “ arsitek tampan itu muncul ketika kaca mobil di turunkan. Meta hanya mengangguk.
“ Jam segini taxi sudah jarang, ayo naik aku antar pulang “ Meta hanya diam.
“ Ayo naik “ ajaknya sekali lagi, ia melihat jamnya “ Sudah jam dua belas malam“
“ Terimakasih, aku naik taxi saja “ arsitek itu nampak berfikir sejenak, ia menepikan mobilnya, dan turun dari mobilnya. Ia duduk di dekat Meta. Meta hanya mengerutkan kening melihat sikap pria ini.
“ Aku akan duduk disini sampai kamu dapat taxi “ ujarnya seolah menjawab pertanyaan Meta “ Aku Matra “ arsitek itu mengulurkan tangannya memperkenalkan diri, bukannya menjawab, Meta malah menggeser duduknya semakin menjauh.
“ Apa yang kamu dengar tentang aku? Pasti sesuatu yang buruk “ Matra tersenyum, membuat Meta merasa bersalah “ Meta “ jawab Meta pelan, dan lagi – lagi Matra hanya tersenyum. Meta menggosok kedua tangannya kedinginan, tiba – tiba tubuhnya terasa hangat. Matra, ia melepas jasnya dan menyelimutkannya ke tubuh Meta.
“ Pakai saja “ tahan Matra ketika Meta ingin menolak. “ Terimakasih “ Matra hanya mengangguk dan keadaan kembali hening.
***
“ Hai “ sapa Matra ketika bertemu Meta didalam lift, dan Meta hanya tersenyum.
“ Benar – benar karyawan teladan, bukannya kemarin kamu baru pulang jam satu pagi? “ Meta hanya tersenyum kikuk, merasa tak nyaman dengan situasi ini, apalagi semua mata perempuan yang ada didalam lift melihat penuh curiga ke arah mereka, dan meskipun menyadarinya, Matra tak menghiraukannya.
“ Kamu masih hutang satu hal sama aku “ Matra mendekat dan berbicara berbisik, membuat Meta semakin kikuk, ia merasa beberapa mata akan menerkamnya, dan Matra hanya terseyum melihat respon Meta.
“ Sampai jumpa saat makan siang “ Matra keluar dai dalam lift “ Ada menu baru direstoran hotel sebelah, traktir aku di sana “ teriak Matra ketika lift akan tertutup.
***
“ Ayo makan, jangan terlalu keras bekerja “ Uli menarik tangan Meta yang masih enggan beranjak dari mejanya. “ Masih banyak kerjaan mbak “
“ Itu bisa dikerjakan nanti " Siska menimpali, akhirnya Meta pasrah mengikuti Uli dan Siska yang entah mengapa selalu bersemangat saat jam makan siang.
“ Meta “ Sebuah suara menghentikan langkah mereka bertiga.
“ Bukannya kamu sudah janji akan mentraktirku makan siang? “ Matra, ternyata dia sudah menunggu didepan kantor Meta. Tanpa menunggu respon Meta, Matra menarik tangan Meta ke arahnya “ Boleh pinjam Meta sebentar? “ tanya Matra dengan senyum mautnya, Siska dan Uli hanya menggangguk pelan, masih terkejut dengan peristiwa yang baru saja mereka alami. Tanpa mereka sadari Meta dan Matra sudah menghilang dari hadapan mereka. “ Beruntungnya Meta, hilang Bima muncul pangeran yang lebih tampan “ ujar Uli iri.
“ Huh, tampang sich boleh, tapi sifat? Nggak jauh beda “
“ Apa kamu yakin Matra seperti itu? Apa kamu tak merasa itu hanya gosip yang disebarkan agar tak ada yang mendekati Matra? “
“ Apa kamu yakin itu cuma gosip? Berarti masih ada kesempatan untuk mendekati Matra! Aww “ Uli memukul lengan Siska. “ Gila “ Uli menyeret Siska paksa yang masih melamunkan kemungkinan untuk mendekati Matra.
“ Lepas nggak?! “ Meta mencoba melepaskan genggaman tangan Matra, karena semua mata memandang tak suka ke arah mereka. Bukannya melepaskan genggamannya, Matra semakin mempereratnya.
“ Oke, aku akan ikut kamu, tapi tolong lepaskan tangan kamu “ Matra menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Meta “ Janji “ ujar Meta enggan, Matra tersenyum dan melepaskan tangannya, Meta mengikuti Matra dengan kesal.
***
Sepanjang perjalanan Meta menggerutu kesal, tapi Matra tak menghiraukannya. Ia tetap memamerkan senyumnya kepada tiap perempuan yang ditemuinya. Membuat Meta bertambah kesal.
“ Mas Bima “ Meta tersenyum senang melihat siapa yang ia temui di loby hotel. Bima, ia nampak rapi dengan setelan jas putih.
“ Kamu kemana aja, udah seminggu ini aku cari kamu, aku dirumah sakit kamu juga nggak pernah jenguk aku, apa kamu sesibuk itu? “ Meta nampak kesal.
“ Meta . . . “ raut wajah Bima memancarkan kekhawatiran.
“ Oia, kenalin ini Matra, dia temen aku, Matra, ini Mas Bima tunangan aku “ melihat bagaimana reaksi Bima, Matra menangkap ada sesuatu yang salah.
“ Kamu sama siapa kesini? “
“ Sayang, siapa ini “ seorang perempuan bergelayut manja di pundak Bima.
“ Sayang? “ tanya Meta tak percaya, perempuan itu tersenyum.
“ Ini Meta, Meta kenalkan ini tunangan aku, April “ ujar Bima gugup, April mengulurkan tangannya, Meta menatapnya dengan sinis.
“ Sayang, kamu masuk aja dulu “ April mengangguk mengerti dan pergi.
“ Meta kita sudah putus “
“ Enggak, kita akan menikah “ Meta menutup kedua telinganya, tak ingin mendengarkan kata - kata Bima, Matra hanya dapat melihatnya.
“ Meta aku harap kamu mengerti “ Meta terus menangis, dan tiba – tiba saja tubuhnya terjatuh, pingsan. “ Meta!!! “ Matra berteriak panik, mencoba menangkap tubuh Meta. “ Maaf “ ujar Bima lirih.
***
“ Apa pasien pernah mengalami benturan dikepalanya? “
“ Benturan? “ Matra mengerutkan keningnya, “ Saya tidak tau dok “ Matra menggelengkan kepalanya.
“ Dugaan saya pasien pernah mengalami benturan, yang membuatnya kehilangan ingatan, tepatnya hanya ingatan – ingatan buruk yang tak ingin ia ingat. Saran saya, agar proses penyembuhannya berjalan dengan cepat. Jangan pernah memaksanya untuk mengingat apa yang tak ingin dia ingat “
“ Apa dia bisa sembuh? “ tanya Matra cemas, dan dokter itu hanya tersenyum.
***
“ Kenapa kamu selalu ngikutin aku sich? “ Meta nampak kesal karena dari tadi Matra terus mengikutinya.
“ Karena kamu masih sakit “
“ Aku sudah sembuh “ jawab Meta singkat.
“ Kalau begitu karena aku suka sama kamu “
“ Kamu gila, aku sudah punya tunangan “ Meta semakin mepercepat langkahnya.
“ Bagaimana kalau kita selingkuh? “ Meta menghentikan langkahnya, dan menatap Matra tak percaya.
“ Aku bukan tipe seperti itu “
“ Bagus, itu artinya aku tak akan menyesal jika berhasil merebutmu dari Bima “
“ Darimana kamu tau Mas Bima? “ Matra mendekat ke arah Meta, “ Rahasia “
Matra berjalan meninggalkan Meta dan kali ini Meta malah mengikutinya.
“ Darimana kamu tau Mas Bima? “ Meta terus bertanya penasaran, tapi Matra tak menghiraukannya. Ia hanya tersenyum dan terus berjalan.
***

dan Aku bukanlah anak kecil lagi

dan Aku bukanlah anak kecil lagi
yang harus dininabobokan sebelum tidur, agar terlelap tidurku dan bermimpi indah
dan Aku bukanlah anak kecil lagi
yang akan menangis tanpa henti jika terjatuh dan terluka
dan Aku bukanlah anak kecil lagi
yang akan meronta histeris ketika tak mendapat apa yang diinginkan
dan Aku bukanlah anak kecil lagi
yang akan menganggap biasa ketika ada sebuah ciuman mendarat dikeningku
dan Aku bukanlah anak kecil lagi
yang selalu percaya akan dongeng cinta antara putri dan pangeran
Jadi berhentilah, memperlakukanku seperti anak kecil
Berhentilah menjanjikan suatu hal yang tak akan pernah bisa kau peuhi
Berhentilah memberikan mimpi, tanpa bisa mewujudkannya
Walaupun tak akan pernah ada yang mempersalahkanmu, atas kebaikan yang kau punya
tapi seharusnya tak seperti ini, bukan seperti ini
Berhentilah, dan aku juga akan menghentikan semua ini
Berhentilah memperlakukanku seperti anak kecil
Berhentilah menganggapku seperti anak kecil
karena Aku bukanlah anak kecil lagi, dan Aku bukanlah anak kecil lagi