11.10.11

Saya Ingin Berenang, Tapi . . .

Sampai sebesar ini, saya tidak bisa berenang. Dan saya benar - benar ingin bisa berenang. Tapi sayangnya saya mendapat seorang pembimbing yang salah. Beliau memang seorang perenang yang handal, tapi sayangnya beliau bukan guru yang baik.
Beliau hanya mau memperhatikan murid - murid tertentu, padahal sebagai seorang guru beliau wajib memperhatikan semua muridnya. Bukan hanya sekedar pura - puar perduli, tapi benar - benar perduli. Tak memaki murid yang bodoh dan menertawakannya dilain kesempatan. Tapi membimbingnya agar dia tak menjadi bodoh, bukannya seperti itu tugas seorang guru? meskipun dia hanya sekedar guru renang?
Mungkin beliau tak pernah menyadarinya, tapi beliau telah membuat saya ketakutan untuk bertanya tips dan trik renang yang baik, bagaimana saya bisa berenang jika seperti ini? meskipun saya benar - benar berniat, meskipun pembimbing saya adalah orang yang paling ahli dalam bidang berenang? saya tak akan bisa berenang, saya jamin itu. Tapi tidak, jika saya memiliki keinginan yang sangat besar dibandingkan dengan rasa takut yang diciptkannya dari tekanan - tekanan yang dianggap suatu hal yang tak disengaja itu.
Suatu saat saya tidak hanya bisa berenang, disebuah kolam dangkal, tapi saya juga ingin berenang di samudra luas. Dan akan saya buktikan, bahwa orang - orang yang mendapat tekanan lah yang dapat lebih hebat daripada seseorang yang selalu dininabobokan dan dimanja. Hidup ini keras, tekanan akan membantumu untu besar. Jadi jangan pernah menyalahkan siapapun! berterimakasihlah atas tekanan itu, karena itu kamu akan menjadi sebuah jiwa yang besar!
Berusahalah, dan jangan takut akan tekanan yang menimpamu dan membuatmu sulit bernafas, karena suatu saat kamulah yang akan bernafas dengan lega, walaupun di sebuah ruang hampa udara!

4.10.11

Ini Karena Kau Meninggalkan Sahabatmu

Mengapa hari ini kau menangis?
Karena ditinggal kekasih
Lalu dimana sahabatmu?Bukankah seharusnya mereka ada untuk menghiburmu?
Aku meninggalkan mereka, aku meninggalkan mereka demi kekasihku, dan kini ketika kekasihku pergi
Aku benar-benar baru menyadari, seharusnya aku mendengarkan sahabat-sahabatku, bukan malah pergi meninggalkan mereka
Dan kini aku harus menangis sendirian
Dan aku merindukan sahabat-sahabatku
Dan aku menyesal, seharusnya aku mendengarkan mereka

2.10.11

Aku Tak Ingin Menjadi Dewasa

Aku tak ingin menjadi dewasa
Karena ketika menjadi dewasa, aku akan dituntut untuk lebih dan lebih, membuatku terbunuh oleh lelah
Aku tak ingin menjadi dewasa
Karena ketika menjadi dewasa, beribu – ribu masalah akan menjadi kerikil yang  melukai kakiku yang telanjang
Aku takut menjadi dewasa
Karena ketika menjadi dewasa, aku akan kehilangan semua hal menyenangkan di masa kecil
Aku takut menjadi dewasa
Dan bahkan jika bisa, aku tak ingin beranjak menjadi dewasa
Yang membuatku takut menjadi dewasa dan tak ingin beranjak menjadi dewasa
Adalah ketika aku membayangkan tak bisa menjadi gadis kecilmu lagi
Apakah aku tetap bisa menjadi gadis kecilmu, ibu?
Apakah aku tetap bisa tidur dalam dekapanmu dan mendengar lirih suaramu bercerita tentang dunia yang kau gambarkan begitu indah?
Apakah aku tetap bisa makan dari tanganmu? Apakah aku bisa tetap merasakan belaian tanganmu?
Yang terasa kasar karena termakan waktu, tapi lembut karena kasihmu
Ibu, aku takut menjadi dewasa
Atau kalaupun aku harus menjadi dewasa
Tetaplah disisiku, biarkan aku menjadi gadis kecilmu selamanya

*Untuk mama dan seluruh mama didunia, terima kasih telah melahirkan kami dan mengantar kami sampai titik ini. Maaf jika sampai detik ini kami hanya bisa membuatmu menangis . . .

Aku Tau ( Teriakan Kecilku )

Aku tau, aku lah satu-satunya harapan untuk keluarga ini dan aku akan berusah untuk memenuhi semua keinginan kalian. Bagaimanapun caranya.
Aku tau, beban keluarga ini terlalu berat, dan suatu saat akulah yang akan menanggungnya. Dan aku harus kuat karenanya.
Aku tau, kalian melakukan ini agar aku menjadi seseorang yang tangguh. Agar tak terjatuh di tengah jalan.
Tapi tahukah kalian?
Terkadang aku merasa lelah, merasa sangat lelah bahkan. Tak ada tempatku untuk bersandar. Dan aku harus berdiri sendiri, bahkan ketika kedua kakiku tak mampu untuk berdiri.
Apa kalian tau itu?
Siapa yang akan menopangku?
Kalian hanya menyalahkan aku ketika aku tak sesuai dengan apa yang ada dibenak kalian. Pernahkah kalian bertanya seberapa lelah aku? Seberapa sakit aku?
Aku sangat rapuh,apa yang kalian lakukan bukannya membuatku bertambah kuat malah sebaliknya.
Otakku benar – benar terasa penuh. Tanpa bisa aku hindari dan pilih. Semua memaksa masuk ke dalam otakku. Membuatku merasa sangat lelah.
Meskipun kalian tak ingin bertanya dan tak perduli, tak bisakah kalian berpura – pura cemas? Tak bisakah kalian hanya berpura – pura mengkhawatirkanku?
Setidaknya agar aku merasa bahwa aku adalah manusia.
Maaf, ini hanya teriakan kecilku. Biarkan aku sejenak berteriak, biarkan aku menangis malam ini. Agar esok aku kembali tersenyum, agar esok aku tak menyimpan lagi rasa sakit yang menusukku malam ini.
Tapi apapun yang kalian lakukan, aku akan tetap menyayangi kalian.
Seberapa buruk perlakuan yang menyakiti hatiku, semua itu akan terhapus dengan tangisanku malam ini. Karena rasa sayangku terlalu besar untuk kalian, dan aku harap kalian tau itu.

Jawaban serta Permintaanku, atas sosok yang selalu kalian bicarakan

Aku akan menjawab pertanyaan yang bergelayut dibenak kalian
Tapi setelah itu bolehkah aku meminta satu hal?

Dia, benar aku sangat menyukainya. Tapi hanya sebuah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Karena dia tak akan pernah menyukaiku, tidak akan pernah. Bahkan dia tak pernah menganggapku seperti seorang gadis. Perlakuannya padaku hanya akan membuatku sakit. Seolah aku hanya sebuah kotoran yang dirongsokan pun tak mempunyai nilai jual. Pantaskah orang seperti itu dicintai?
Aku sendiri tak tau apa sebabnya, apa karena dulu aku pernah menyakiti sahabatnya ataukah karena alasan lain yang hanya dia tau. Atau kemungkinan terburuk, karena wajahku. Aku yang tak cantik, mungkin dianggap tak pantas untuk menyukai orang seperti dia. Dan aku tak akan memaksa, pantaskah dia ku cintai? Tidak, bahkan seharusnya tidak ada orang yang mencintai orang seperti itu.
Tidak, sebenarnya dalam lubuk hatiku aku ingin dia sedikit menghargaiku, sedikit tersenyum untukku atau bahkan memberiku bonus cintanya. Bodohnya aku.
Sekarang, permintaanku . . .
Tolong, jangan bahas dia dihadapanku. Itu akan membuatku bertambah sakit. Dan untuk alasan apapun, jangan mencoba mencampuri urusan percintaanku. Bukannya kalian mengatakan aku sudah dewasa? Yang artinya aku berhak untuk memutuskan semua yang menyangkut hidupku.
Bahkan jika aku memilih untuk tak pernah membuka hatiku lagi. Setidaknya biarkan aku memutuskan, biarkan hidupku menjadi tanggung jawabku sendiri.
Campur tangan kalian, hanya membuatku merasa tambah lelah. Ocehan kalian hanya membuatku semakin ingin menjauh. Jadi biarkan aku sendiri, dan maaf jika kelak aku benar – benar tak ingin membuka hatiku untuk siapapun.
Doakan yang terbaik untukku, karena itulah yang dapat membantuku saat ini.

1.10.11

Sekali ini Saja ( Cerpen )

Namaku Mika, gadis biasa dengan kemampuan akademik rata-rata. Yang membuatku mendapat pekerjaan sebelum menyelesaikan skripsi hanyalah keberuntunganku saja. Selain itu tak ada yang special dalam hidupku, semua berjalan datar. Hingga Romy datang. Tiga tahun yang lalu kami bertemu, memutuskan untuk menjalin hubungan dan berpisah setahun kemudian. Tapi sampai detik ini, namanya masih ada didasar lubuk hatiku. Yah, inilah kenyataannya, aku masih mencintainya walaupun aku sangat membencinya, meskipun sudah tiga tahun kami tak pernah bertemu aku masih sering memimpikannya.
Benci dan cinta memang begitu dekat, batasannya begitu tipis. Karna itulah yang kami rasakan. Detik kemarin kami saling memuja dan detik ini kami saling menghujat.
***
Mika duduk didepan Laptopnya, nampak sibuk mengetik sesuatu yang memang harus ia serahkan kepada Bu Rosy, dosen pembimbingnya, besok pagi, proposal skripsi yang harus ia selesaikan sebelum keberangkatannya ke Surabaya. Tiba-tiba handphone Mika berdering.
“ Hallo, napa Ta? “ Shita, sahabatnya menelepon.
“ Kamu dimana? “ terdengar suara keramaian dari seberang telepon.
“ Dirumah “ Jawab Mika tak antusias
“ Aduh gimana sich ini. anak-anak udah nungguin kamu dari tadi, cepet kesini y “
“ Aku nggak bisa Ta, ni mesti ngelarin proposal, besok mesti nemuin Bu Rosy “
Loh emangnya jadi ke Surabaya?
“ Jadilah “
Ya udah lah, bye Mika. Sukses ya say Shita menutup telponnya dengan kecewa, tak lama kemudian handphone Mika kembali berdering.
Hallo, Mika “ ternyata atasannya yang menghubungi
Jangan lupa siapkan berkas-berkas yang mau dibawa ke Surabaya
“ Baik pak “ Mika menutup teleponnnya. Mika meletakkan kepalanya diatas meja, lelah. Ia menyesal menerima pekerjaan itu, jika akhirnya semakin mempersulit jalannya untuk segera memperoleh gelar sarjana.
***
“ Aku nggak pernah tau napa kamu lakuin semua ini ke aku “
“ Karna aku cinta sama kamu ”
“ Cinta? “ Air mata mengalir dari mata Mika.
“ Kalau kamu cinta aku, nggak seperti ini caranya “ Mika semakin menangis
“ Mika aku mohon jangan nangis, disana ada tunangan aku sama ibu aku, aku nggak mau mereka ngira yang enggak-enggak “
“ Kamu bilang kamu cinta aku “ desis Mika marah.
“ Aku emang cinta kamu, tapi aku nggak mungkin bilang enggak, ibu aku bisa kena serangan jantung “ Suara Romy mulai serak.
“ Apapun yang terjadi, aku mau kamu tau, cuma kamu yang aku sayang ” ujar Romy dengan suara parau.
“ Cukup “ tangis Mika semakin pecah. Tiba-tiba saja Mika terbangun, ternyata hanya mimpi, tiga tahun lalu, terakhir kali ia bertemu dengan Romy. Mika menangis. Ia mulai lelah dihantui mimpi-mimpi tentang Romy. Ia berharap ini semua segera berakhir, karena tak mungkin ia bersama Romy. Hubungan mereka hanyalah sebuah masa lalu, dan Mika harus tetap menatap lurus ke masa depan, mengubur masa lalunya dalam-dalam. 
***
Sabtu, 7 Mei 2011 Stasiun Kota Bandung
“ Kemarin aku mimpi tentang Romy lagi “ ujar Mika lelah.
“ Mika “ suara Shita terdengar prihatin, ia mengelus pundak Mika.
“ Aku cape Ta, aku pengen ini semua cepat berakhir, aku pengen ketemu dia, aku pengen nyelesain semuanya “
“ Mika, apa yang mesti kamu selesaiin? Semua udah berakhir “
“ Belum, ini belum berakhir buat aku, ini semua nggak adil “ air mata Mika mengalir.
Pengumuman kedatangan kereta yang akan mengantar Mika ke Surabaya mengakhiri pembicaraan mereka tentang Romy.
“ Aku berangkat dulu ya “ Mika beranjak dari duduknya, menarik nafas panjang mencoba menenangkan diri. Ia berjalan meninggalkan Shita tanpa menoleh ke belakang.
***
Saat berada diatas kereta, mata Mika tertuju pada satu sosok yang sangat ia kenal, sudah tiga tahun ia tak pernah berada sedekat ini dengan sosok itu. Ia melihat nomor kursi dan mencocokkannya dengan karcis yang ia bawa. Ia menghela nafas panjang, benar. Mika duduk dengan hati-hati, tak ingin membangunkan sosok yang sedang tertidur pulas didepannya.
Mata Mika tak berkedip menatap sosok itu. Dadanya seolah ditikam oleh sebilah pisau, rasa sakit itu kembali datang, membuatnya tak bisa bernafas.
“ Mika “ sosok itu terbangun, Mika hanya tersenyum kecut.
“ Mau kemana? “ sosok itu masih mencoba mencairkan suasana yang mulai menegang.
“ Surabaya “ jawab Mika singkat.
“ Gimana kabar kamu, baik-baik aja kan? “ kening Mika mengerut, Baik? menciutkan niat sosok itu untuk kembali bertanya.
Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam, Mika hanya memandangi sosok itu dengan seribu pertanyaan dibenaknya, sementara sosok itu terlihat salah tingkah tak nyaman.
“ Romy, aku nggak tau apa salah aku sampe kamu nglakuin ini semua ke aku “ akhirnya Mika membuka percakapan.
“ Mika aku . . . “
“ Ssstt, aku mohon kamu diem, tolong dengerin aku sekali ini aja, aku janji ini terakhir kali kita bahas masalah ini, setelah itu aku janji, ini semua akan berakhir “ Mika mulai tak bisa berkata-kata.
“ Aku sayang banget sama kamu, tapi tiba-tiba saja . . . “ Mika tak melanjutkan kalimatnya, ia malah menghela nafas panjang.
“ Udah lah, benar kata Shita ini semua udah berakhir “ gumam Mika. Ia tertawa, menertawakan dirinya sendiri.
“ Kita tetep jadi teman kan? “ Mika mengulurkan tangannya, Romy menjabatnya, tersenyum.
Sepanjang sisa perjalanan mereka hanya terdiam. Tapi Mika sudah lega, ia mulai bisa merelakan apa yang telah terjadi. Bahwa Romy memang bukan jodohnya. Dalam hatinya Mika berjanji, saat kereta ini berhenti pada stasiun terakhir maka berakhir pula segala kisahnya bersama Romy, berakhir pula air mata untuk Romy. Iapun tertidur, pertemuannya dengan Romy membuatnya merasa lelah.
Keesokan harinya, Mika terbangun dengan perasaan lebih tenang.
“ Pagi “ sapanya dan Romy hanya tersenyum.
“ Satu jam lagi kita sampai “ kata Romy lebih untuk dirinya sendiri.
“ Satu jam lagi ini semua akan berakhir “ gumam Mika lirih dan mereka kembali terdiam, Romy disibukkan dengan bukunya, sementara Mika hanya melamun, memandang jauh ke luar jendela.
Satu jam kemudian, ketika kereta sampai di stasiun Surabaya kota.
“ Minggu depan aku nikah “ Romy berujar lirih
“ Selamat “ Meski sakit Mika mencoba untuk tersenyum.
“ Maaf Ka . . . “ Mika hanya menggeleng lemah.
“ Ini bukan salah kamu, kita emang nggak pernah berjodoh “
“ It’s time, aku duluan ya “ ujar Mika lega, tanpa memberi Romy kesempatan untuk menjelaskan semuanya, karena jika itu terjadi akan semakin mempersulit dirinya sendiri untuk mengakhiri semuanya. Mika meninggalkan Romy di peron, meninggalkan semuanya tentang Romy. Saat ia membalikkan tubuhnya, ia melihat punggung Romy yang semakin menjauh, tanpa menoleh lagi ke belakang. Begitulah seharusnya, tak seharusnya Mika menoleh ke belakang terus menerus. Mereka akhirnya semakin menjauh, dan berjalan pada jalannya masing-masing.

Number Two ( Cerpen )

Aku hanya gadis nomor dua, bukan terasing tapi juga tak muncul di permukaan. Lebih tepatnya aku memang tak suka muncul ke permukaan, aku lebih senang mengamati dan memberikan komentar, itupun hanya dalam hati. Yah itulah aku . . .
Seperti sekarang, aku hanya melihat dari kejauhan anak-anak nomor satu yang sedang sibuk menyiapkan pesta angkatan. Aku lebih memilih mengamati dengan berpura-pura sibuk dengan laptopku, terutama mengamati Dimas. Kakak angkatanku, dia manis, lucu dan yang pasti dia orang nomor satu.
Namaku Andra, mahasiswi Ilmu Komunikasi angkatan 2009 di sebuah Universitas Negeri di Surabaya. Memang benar aku gadis nomor dua, dan sebuah kesalahan ketika aku mulai menyukai seseorang dari kelas satu. Bohong jika ada yang bilang bahwa cinta tak mengenal status. Buktinya dia tak pernah melihatku, bahkan melirikpun enggan. Yah memang begitu akhir dari kisah cintaku. Tragis, layu sebelum berkembang.
***
“ Ndra kamu bisa bantu aku nggak? “ tiba-tiba saja Wisnu, KAHIMA jurusanku, menghampiriku saat jam makan siang.
“ Aku, bantu apa? “ tanyaku tak percaya, aku gadis nomor dua, tak ada yang membutuhkan bantuanku. Tapi mengapa tiba-tiba saja seseorang seperti Wisnu membutuhkan bantuanku?
“ Kemarin si  Eka bilang dia nggak bisa jadi LOnya StarBand, kamu mau gantiin dia? “
Ooo hanya sebagai peran pengganti, aku kira aku akan mengalami kenaikan status. Hanya berharap.
“ Napa mesti aku Nu, emang nggak ada yang lain ya? “ tanyaku mencoba menghindar dari tawarannya.
“ Ayolah please bantuin aku?? “ Wisnu memohon.
“ Oke dech, tanggal berapa? “
“ Kamu nggak tau tanggal berapa pesta angkatan kita? “ Wisnu bertanya tak percaya dan aku hanya menggeleng. Wisnu menarik nafas panjang, mungkin dia merasa jengkel dengan sikap acuhku terhadap acara jurusan yang dianggap penting oleh semua orang, yah kecuali oleh orang-orang nomor dua seperti aku.
“ Tanggal 15 Mei. Tapi sebelumnya kamu mesti mastiin semuanya yang berhubungan dengan StarBand “
“ Aku nggak kerja sendiri kan? “
“ Enggak, ntar kamu koordinasi sama Dimas, dia koordinator semua LO pengisi acara “
“ Dimas? “ tanyaku antara senang dan tak percaya.
“ Jangan bilang kamu juga nggak tau yang namanya Dimas? “ ujar Wisnu kesal.
“ Enggak kok, aku tau “ aku mengangguk dan tersenyum. Dimas?? Baru kali ini aku merasa senang menjadi peran pengganti.
***
“ Andra “ suara yang sangat lembut menyapaku pagi ini.
“ Di . . mas . . “ ujarku gugup ketika tau siapa yang menyapaku, dan mengejutkan, dia tau namaku.
“ Udah beres belum urusan StarBand? “
“ StarBand? “ aku mengerutkan kening, kepalaku benar-benar kosong, Dimas ia benar-benar telah menyerap semuanya dari otakku.
“ Ia StarBand, band pengisi pesta angkatan besok “
“ Oh ia ia, udah beres kok “ Ayo Andra, kembali ke kesadaran penuh, jangan keliatan bego didepan Dimas.
“ Tapi besok mereka mau ada perwakilan dari kita buat datang ke basecamp mereka “
“ Gitu ya, oke besok kita kesana, kamu jam berapa kosong? “
“ Kita?? “ tanyaku tak percaya.
“ Ia kita, kapan kamu kosong? “ Dimas merasa aneh dengan pertanyaanku
“ Besok aku cuma kuliah pagi, jadi jam 10 udah kosong “
“ Oke dech besok aku hubungi lagi “ aku mengangguk bersemangat, tak menyadari Dimas telah pergi.
***
Akhirnya hari ini tiba, akhirnya aku bisa berdua dengan Dimas, meskipun hanya sebatas urusan pesta angkatan. Tak apalah daripada tidak sama sekali.
“ Andra? “ aku mendengar namaku disebut, dan memutuskan untuk mendengarkan pembicaraan mereka dari balik dinding.
“ Ya enggak lah, emang aku bego suka sama dia, kayak nggak ada yang lain aja “ Dimas dan teman-temannya tertawa, membicarakanku, menertawakanku. Kakiku terasa lumpuh, aku terduduk lemas. Apa harus selalu seperti ini kejadiannya jika orang-orang nomor dua memutuskan untuk memilih orang-orang nomor satu. Bukannya cinta tak pernah mengenal status?
“ Ndra, kamu nggak papa? “ aku melihatnya dengan mata berkaca-kaca, Wisnu, sepertinya ia juga mendengar apa yang telah aku dengar dan aku mengangguk.
“ Gimana kalau kita beli minum dulu? “ Wisnu membantuku berdiri, dan aku mengikutinya dengan patuh. Wisnu memilih tempat palingt pojok, tak tau apa alasannya, mungkin ia ingin memberikan kesempatan untukku menangis sepuasnya.
“ Mau pesen apa? Gimana kalo coklat panas, katanya baik lo buat ngurangin mood nggak enak “
“ Terserah kamu aja “ hening menyelimuti sekitar.
“ Aku udah denger semuanya “ Wisnu mencoba memulai percakapan.
“ Kalau kamu ada disini cuma buat ngasihani aku, mending kamu pergi, aku nggak mau dikasihani “
“ Kamu salah kalau beranggapan cinta itu memandang status “ pernyataan Wisnu membuat keningku mengkerut, bagaimana ia bisa tau apa yang sedang kurasakan?
“ Aku udah tau semuanya, kamu suka Dimas kan? “ aku tak menjawab pertanyaan Wisnu.
“ Nggak seharusnya kamu semakin terpuruk dan merasa menjadi orang paling sial didunia karena kamu orang nomor dua “ aku semakin tak percaya, darimana ia tau semua ini.
“ Seharusnya, kamu buktiin ke Dimas, kamu nggak pantas disakiti, kamu juga berhak jatuh cinta “ pembicaraan ini membuatku semakin tertarik.
“ Kamu tau, status itu cuma hal bodoh yang dibuat manusia untuk mempersulit dirinya sendiri “
“ Makasih ya Nu “ Wisnu tersenyum
“ Oke, sekarang udah bisa senyum lagi kan? “ aku mengangguk.
“ Apa kamu mau aku ganti tugas lain, biar kamu nggak ketemu sama Dimas? “ Wisnu menawarkan sebuah solusi yang sebenarnya ingin ku ambil, tapi aku hanya menggeleng.
“ Makasih, tapi aku mesti berani buat ketemu sama dia, ini cuma permasalahan kecil, ada permasalahan yang lebih besar daripada sekedar mikirin Dimas, kalau nggak sekarang aku nggak akan pernah mencoba buat jadi lebih dewasa “
“ Good, sekarang semangat kerja buat pesta angkatan, aku tinggal dulu ya, masih banyak urusan “ Wisnu benar, status hanya hal konyol yang aku ciptakan sendiri. Aku harus memulainya dari awal, semuanya. Agar aku tak menyia-nyiakan masa kuliahku yang begitu menyenangkan ini, hanya dengan menangisis seseorang seperti Dimas. Jika aku  mau, aku bisa mendapatkan seseorang yang lebih baik daripada Dimas, karena aku memang pantas mendapatkannya, mendapatkan yang terbaik untuk hidupku ini.